Rabu, 22 Januari 2014

DASA AKSARA
PUTU CINTIA OKTARI DEWI
ABSTRAK
Dasa Aksara terdiri atas 10 aksara suci atau wijaksara, yaitu : Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, dan Yang. Kesepuluh dari aksara ini berasal dari delapan buah aksara wianjana (sa, ba, ta, na, ma, si, wa dan ya) dan dua buah aksara suara (a dan i). Kalau kesepuluh aksara ini dirangkai dalam kata-kata akan terbentuk sebuah kalimat, yang bunyinya sebagai berikut : sabatai nama siwaya. Masing-masing dari aksara ini mempunyai linggih, genah, sthana (tempat, kedudukan) baik di dalam badan manusia (bhuana alit, mikrokosmos), maupun di alam raya (bhuana agung, makrokosmos). Di tempat linggih, kedudukan, letak atau sthana dari tiap aksara ini bersemayam pula di tempat itu para Dewa, Sang Hyang atau Batara, lengkap dengan lambang warna, senjata dan simbol perwujudannya.
Dasa Aksara ini terbagi atas dua buah kelompok yang disebut Panca Brahma (agni, api) dan Panca Tirta (apah, air). Panca Brahma terdiri atas aksara Sang, Bang, Tang, Ang dan Ing, atau Sa-ba-ta-a-i. Sedangkan Panca Tirta terdiri atas Nang, Mang, Sing, Wang dan Yang, atau Na-ma Si-wa-ya. Dasaksara sering pula dikaitkan dengan dasa bayu, sepuluh kekuatan bayu, energy, prana atau angin. Oleh karena bayu itu berarti pula prana, maka dasa bayu ini disebut pula dasa prana. Dasa bayu inipun dibagi atas dua kelompok berdasarkan atas hubungan kekuatannya dengan para dewa dan gerakan manusia. kelompok I memendam bayu, tenaga, energy, yang berhubungan dengan kekuatan para dewa, terdiri atas: prana, udana, samana, apana, dan wyana. Sedangkan kelompok II yang memiliki bayu, tenaga, energy, yang erat hubungannya dengan kekuatan gerak manusia, terdiri atas: naga, kurma (kumara), krakara, dewadatta, dan dhananjaya.
Dasa Aksara yang bertempat baik di dalam tubuh manusia (bhuana alit) dan di jagat raya (bhuana agung), juga memiliki keterkaitan dengan Dewata Nawa Sanga. Dewata Nawa Sanga merupakan Sembilan dewa yang berfungsi sebagai penjaga atau penguasa Sembilan arah mata angin/penjuru alam. Aksara sa-ba-ta-a-i-na-ma si-wa-ya yang termasuk ke dalam dasa aksara juga merupakan aksara suci dari Dewata Nawa Sanga.


I.          PENDAHULUAN
Agama merupakan suatu keyakinan yang dianut oleh setiap manusia. Ada banyak agama yang terdapat di dunia. Seperti agama Hindu, Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan dan Budha. Kata Agama berasal dari bahasa Sansekerta yang mempunyai arti aturan tradisional yang suci atau karya suci. Agama berasal dari dua kata yaitu ‘A’ dan ‘Gam’. ‘A’ artinya tidak dan ‘Gam’ artinya pergi. Jadi Agama artinya tidak pergi atau langgeng. Agama Hindu merupakan sebuah agama yang paling mendominasi di suatu daerah khususnya di Pulau Bali. Di dalam agama Hindu terdapat simbol-simbol yang digunakan sebagai perwujudan Tuhan. Simbol-simbol tersebut ada yang berbentuk patung, arca, aksara suci dan lain-lain.
Aksara suci sering digunakan dalam rangkaian upacara yadnya yang ditulis di sebuah kain dan di letakkan di banten ataupun di pajang di masing-masing pelinggih dan di pintu rumah. Kain yang bertuliskan aksara suci itu disebut ulap-ulap. Aksara suci yang terdapat dalam agama Hindu memiliki arti tersendiri.
Di Bali, aksara suci mempunyai bagian-bagian yang salah satunya disebut dengan aksara suci Wijaksara, namun lebih sering dipergunakan adalah kata bijaksara, karena huruf w = b; misalnya panca walikrama = panca balikrama. Aksara Wijaksara termasuk ke dalam Dasa Aksara. Aksara suci wijaksara ini sering digunakan oleh para Balian atau dukun Hindu sebagai salah satu sarana pelengkap dalam dunia usada atau pengobatan. Penggunaan aksara ini dimaksudkan agar upacara keagamaan (yadnya) dan pengobatan (usada) yang dilaksanakan bersifat suci, dan upacara atau pengobatan yang diterapkan mendapat kekuatan magis religius di dalam diri manusia. Aksara suci ini pada umumnya menggunakan aksara wijaksara atau bijaksara, yakni aksara swalalita disertai dengan penganggenya. Atau penggunaannya digabung antara aksara swalalita dengan wreastra dan modre dalam pengobatan.
Dalam dunia keagamaan dan pengobatan (usada) di Bali dikenal beberapa kelompok aksara suci wijaksara atau bijaksara, namun yang sering dipergunakan dalam pengobatan misalnya sapta aksara (tujuh aksara), dasa aksara (sepuluh aksara), catur dasa aksara (empat belas aksara), dan sad dasa aksara (enam belas aksara).

II.        PEMBAHASAN
Menurut lontar atau buku Usafda Tiwas Punggung (Punggung Tiwas), Dasa Aksara ini terdiri atas 10 aksara suci atau wijaksara, yaitu : Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, dan Yang. Kesepuluh dari aksara ini berasal dari delapan buah aksara wianjana (sa, ba, ta, na, ma, si, wa dan ya) dan dua buah aksara suara (a dan i). Kalau kesepuluh aksara ini dirangkai dalam kata-kata akan terbentuk sebuah kalimat, yang bunyinya sebagai berikut : sabatai nama siwaya. Kalimat ini merupakan ungkapan doa untuk memuliakan Dewa Siwa (nama Siwaya). Di antara para dewa, Sang Hyang Siwa paling dimuliakan oleh umat Hindu di Bali, karena kebanyakan dari mereka menganut ajaran Siwa Siddhanta. Dewa-dewa yang lain tetap dihormati, tetapi tidaklah semulia dewa Sang Hyang Siwa, karena dewa tersebut merupakan perwujudan Dewa Siwa juga ketika sedang melaksanakan fungsi atau tugasNya.
Bagi mereka yang ingin mempelajari Dasa Aksara ini untuk memahami inti ajarannya dengan benar dan mampu meresapkan ke dalam sanubarinya harus melalui suatu upacara yang disebut Pawintenan Sastra Mautama (Maha Utama), suatu upacara untuk penyucian diri, baik sthula sarira (jasmani) maupun suksma sarira (rohani). Bila hal ini tidak dilaksanakan maka kemungkinan akan mendapat halangan dalam proses pembelajarannya, sehingga tidak tercapai apa yang dituju, sebagai Balian Usada.
Masing-masing dari aksara ini mempunyai linggih, genah, sthana (tempat, kedudukan) baik di dalam badan manusia (bhuana alit, mikrokosmos), maupun di alam raya (bhuana agung, makrokosmos). Di tempat linggih, kedudukan, letak atau sthana dari tiap aksara ini bersemayam pula di tempat itu para Dewa, Sang Hyang atau Batara, lengkap dengan lambang warna, senjata dan simbol perwujudannya.
Agar lebih memudahkan untuk mempelajari kaitan antara linggih (sthana), dewa, beserta perlambangannya dengan Dasa Aksara akan dibuat tabel atau matriks (modifikasi dari isi lontar Krakah Modre) sebagai berikut :

Hubungan Dasa Aksara dengan Linggih, Dewa
atau Batara, serta Warna
No.
Tulisan Wijak-sara
Bunyi Wijaksara
Linggih di Bhuana Alit
Linggih di Bhuana Agung
Dewa Batara
Warna
1.
Sa
Sang
Papusuhan Jantung (hrdaya)
Timur
(purwa)
Sang
Hyang Iswara
Putih
2.
Ba
Bang
Ati
Hati (yakrta)
Selatan
(daksina)
Sang
Hyang Brahma
Merah
3.
Ta
Tang
Ungsilan
Buah pinggang (verkka)
Barat
(Pascima)
Sang Hyang Mahadewa
Kuning
4.
A
Ang
Ampru
Empedu (tikta)
Utara
(uttara)
Sang Hyang Wisnu
Hitam
5.
I
Ing
Tengahing ati
Pertengahan Hati (yakrt)
Tengah
(madya)
Sang Hyang Siwa
Nila
6.
Na
Nang
Peparu
Paru (puphusa)
Tenggara
(agneya)
Sang Hyang Maheswara
Dadu
7.
Ma
Mang
Usus (srota)
Barat daya
(neriti)
Sang Hyang Rudra
Jingga
8.
Si
Sing
Limpa (phila)
Barat laut
(wayabya)
Sang Hyang Sangkara
Hijau
9.
Wa
Wang
Ineban
Kerongkongan
(mahasrota)
Timur laut
(ersania)
Sang Hyang Sambu
Biru
10.
Ya
Yang
Susunan rangkaian hati (yakrthrdaya)
Tengah
(madya)
Sang hyang Guru
Panca Warna

Aksara Sang di dalam badan manusia atau bhuana alit malinggih di jantung, di jagat raya atau bhuana agung berada di arah timur (purwa), dengan dewanya Sang Hyang Iswara, serta lambang warnanya putih. Aksara Bang  di bhuana alit berada di hati, di bhuana agung posisinya di arah selatan (daksina), dengan Sang Hyang Brahma sebagai batara atau dewanya, serta lambang merah warnanya. Aksara Tang di bhuana alit berada di ungsilan atau buah pinggang, di bhuana agung bersemayam di barat, dengan Sang Hyang Mahadewa sebagai dewanya, dan lambangnya berwana kuning. Demikian penjelasan seterusnya untuk aksara ang, ing, nang, mang, sing, wang, dan yang, pada matriks atau table tersebut.
Dasa Aksara ini terbagi atas dua buah kelompok yang disebut Panca Brahma (agni, api) dan Panca Tirta (apah, air). Panca Brahma terdiri atas aksara Sang, Bang, Tang, Ang dan Ing, atau Sa-ba-ta-a-i. Sedangkan Panca Tirta terdiri atas Nang, Mang, Sing, Wang dan Yang, atau Na-ma Si-wa-ya. Kelima aksara suci yang membentuk baik Panca Brahma maupun Panca Tirta tidak disebut sebagai Panca Aksara.


Panca Brahma
Kedudukan, Linggih atau sthana aksara suci dari Panca Brahma di dalam tubuh manusia (bhuana alit) berbeda dibandingkan dengan kedudukan aksara suci Panca Tirta.
Sadyojata (S.H. Iswara) dengan aksara wianjana:
Sa (sang)
Bamadewa (S.H. Brahma) dengan aksara wianjana:
Ba (bang)
Tat Purusha (S.H. Mahadewa) dengan aksara wianjana:
Ta (tang)
Agora (S.H. Wisnu) dengan aksara suara (vokal):
A (ang)
Isana (S.H. Siwa) dengan aksara suara (vokal):
I (ing)
Di dalam ajaran Budha Mahayana, Panca Dewata disebut dengan nama Panca Tatagata, yang terdiri dari : 1. Aksobhya (Ah), 2. Ratnasambhawa (ung), 3. Amitaba (Trang), 4. Amogasidhi (Hrih), 5. Wairocana (Ang).
Para Dewa atau Batara Panca Brahma ini menempati dikpala, yakni arah timur-barat dan selatan-utara dari bhuana agung atau jagat raya. Untuk memperjelas mengetahui keterkaitan antara aksara, unsur kanda pat, linggih (sthana) atau kedudukannya baik di tubuh manusia (bhuana alit) maupun (bhuana agung), serta Dewa, Sang Hyang atau Batara dengan Panca Brahma dan panca Dewata, dibuatkan tabel atau matriks sebagai berikut:

Hubungan Panca Brahma dengan Wijaksara, Kanda Pat, Linggih dan Dewa
No.
Tulisan Wijaksara
Bunyi & Murti Siwa Wijaksara
Unsur Kanda Pat
Linggih di Bhuana Alit
Linggih di Bhuana Agung
Dewa atau Batara
1.
Sang
Sang
Perthiwi-murti
Ari-ari, tembuni Plasenta
Charma
Kulit
Purwa
Timur
Sang Hyang Iswara
2.
Bang
Bang
Agni-murti
Rah
Darah
Rah
Darah
Daksina
Selatan
Sang Hyang Brahma
3.
Tang
Tang
Vayu-murti
Lamas/Lamad/selaput Janin
Mamsa
Daging
Pascima
Barat
Sang Hyang Mahadewa
4.
Ang
Ang
Jala-murti
Yah nyom
Air ketuban
Uat, damani
Urat
Uttara
Utara
Sang Hyang Wisnu
5.
Ing
Ing
Akasamurti
Dengen
Bhuta
Otak, Mastiska
Madya
Tengah
Sang Hyang Siwa

Panca Brahma selain malinggih di dalam tubuh manusia (Sang Ibu) juga malinggih di dalam unsur Kanda Pat dari manic, rare (bhruna, janin), sehingga unsur ini memiliki juga kekuatan seperti para Dewa tersebut. Para dewa dan unsur kanda pat ini adalah:
1. Wijaksara, Sang, Sadjyota, pertiwi atau tanah, Dewa Iswara, berada di ari-ari (plasenta).
2. Wijaksara, Bang, Bamadewa, teja, agni, panas atau api, Dewa Brahma, berada di rah (darah, rakta)
3. Wijaksara, Tang, Tat Purusha, vayu, bayu, atau udara, Dewa Mahadewa, berada di lamas (lamad, selaput tipis pembungkus badan janin)
4. Wijaksara, Ang, Aghora, Dewa Wisnu, apah, atau air, berada di yeh nyom (air ketuban)
5. Wijaksara, Ing, Isana, Dewa Siwa, akasa, embang atau ruang, berada di dengen (gelar kanda pat)
Unsur kanda pat yang terdiri dari air ketuban, darah, selubung tipis, dan plasenta, merupakan unsur vital sebagai pembentuk, pendukung dan penjaga kehidupan janin (bhruna) selama berada di dalam kacupu manik, garbhasaya, uterus atau kadungan ibu. Air ketuban atau yeh nyom  berfungsi sebagai bantalan bagi bhruna atau janin sehingga terhindar tubuhnya dari berbagai guncangan dan benturan fisik. Sewaktu lahir, air inilah yang bertugas sebagai pelopor, membuyka jalan agar licin, sehingga janin mudah melaluinya, dan lahir dengan lancer  serta selamat. Rah, rakta, atau darah berfungsi debagai pembawa makanan dari sang ibu melalui ari-ari (plasenta) dan tali pusat ke dalam tubuh janin, serta membawa limbah hasil produk sampingan metabolism janin ke ibu. Lamas, lamad atau selaput tipis pembungkus janin (di dalamnya ada lemak tipis, vernixcaceosa), yang memisahkan antara yeh nyom dengan janin. Lamas ini berfungsi sebagai penahan agar suhu tubuh janin tidak banyak dipengaruhi oleh suhu lingkungan di luar tubuhnya. Tembuni, ari-ari atau plasenta yang melekat erat pada dinding bagian dalam dari garbasaya (kacupu manik, uterus atau kandungan ibu), merupakan perantara antara sang ibu dengan janin. Darah ibu ke luar masuk ke dalam badan janin membawa zat makanan, oksigen serta unsur nutrisi lain yang dibutuhkan oleh tubuh bhruna atau janin, dan membawa kembali dari janin ke ibu semua zat limbah termasuk Karbondioksida (CO2) yang merupakan hasil metabolism janin. Demikian pula ketika lahir, dan setelah berada di luar kandungan ibu, hidup mandiri sebagai manusia, unsur kanda pat ini tetap menjaga sang bayi dari gangguan niskala. Berdasarkan hal ini jelas sangat besar bantuan unsure kanda pat tersebut. oleh karena sangat besar jasanya, wajarlah keempat unsure ini dianggap sebagai nyama, semeton atau saudara, sehingga disebut semeton patpat atau nyama patpat, empat saudara.

 Panca Tirta  
Wijaksara dari Panca Tirta malinggih, bersthana, berkedudukan, bermukim, atau terletak pula di dalam tubuh manusia (bhuana alit) dan jagat raya (bhuana agung) serta ada pula kaitannya dengan para dewa atau batara. Kedudukan para dewa atau batara Panca Tirta ini berada di widikpala, yakni di sudut-sudut arah penjuru mata angin. Berlainan halnya dengan para dewa dari Panca Brahma. Beliau ini berada tepat di arah kelima penjuru angin. Panca Brahma membentuk tanda tambah atau silang tampak dara, atau swastika tegak lurus timur-barat dan selatan-utara, berada di dikpala. Sedangkan Panca Tirta membentuk tanda tambah dengan arah menyilang, yakni tanggara-barat laut dan barat daya-timur laut, berada di widikpala. Matriks atau tabel berikut ini akan memperjelas hubungan tersebut:




Hubungan Panca Tirta dengan Wijaksara, Linggih dan Dewa
No.
Bunyi Wijaksara
Linggih di Bhuana Alit
Linggih di Bhuana Agung
Dewa Batara
1.
Nang
Paparu
Paru
Agneya
Tenggara
Sang Hyang Mahesora
2.
Mang
Usus
Usus
Neriti
Barat Daya
Sang Hyang Rudra
3.
Sing
Limpa
Limpa
Wayabya
Barat laut
Sang Hyang Sangkara
4.
Wang
Ineban
Sekat rongga dada
Aisania
Timur laut
Sang Hyang Sambhu
5.
Yang
Tumpuking ati
Pusat hati
Madya
Tengah
Sang Hyang Iswara/Siwa

Dasa Bayu
Dasaksara sering pula dikaitkan dengan dasa bayu, sepuluh kekuatan bayu, energy, prana atau angin. Oleh karena bayu itu berarti pula prana, maka dasa bayu ini disebut pula dasa prana. Dasa bayu inipun dibagi atas dua kelompok berdasarkan atas hubungan kekuatannya dengan para dewa dan gerakan manusia. kelompok I memendam bayu, tenaga, energy, yang berhubungan dengan kekuatan para dewa, terdiri atas: prana, udana, samana, apana, dan wyana. Sedangkan kelompok II yang memiliki bayu, tenaga, energy, yang erat hubungannya dengan kekuatan gerak manusia, terdiri atas: naga, kurma (kumara), krakara, dewadatta, dan dhananjaya. Jikalau digambarkan hubungan antara dasa aksara, dasa bayu, atau dasa prana dengan linggih, menurut kitab Krakah Modre adalah sebagai berikut:




Hubungan antara Aksara, Dasa Bayu, dan Linggihnya
No.
Bunyi Aksara
Dasa Bayu
Dasa Prana
Linggih
1.
Ong-kara
Prana
Mulut dan hidung
2.
Ing-kara
Apana
Alat kelamin dan dubur
3.
Ang-kara
Samana
Hati
4.
Ksang-kara
Udana
Ubun-ubun
5.
Mang-kara
Wyana
Persendian/gerakan
6.
Rang-kara
Naga
Pusat memeluk
7.
Lung-kara
Kumara
Pusat gemetar
8.
Wang-kara
Krakara
Pusat bersin
9.
Yang-kara
Dewadatta
Pusat menguap
10.
Ang-kara
Ung-kara
Dananjaya
Pusat bersuara

Dasa Aksara yang bertempat baik di dalam tubuh manusia (bhuana alit) dan di jagat raya (bhuana agung), juga memiliki keterkaitan dengan Dewata Nawa Sanga. Dewata Nawa Sanga merupakan Sembilan dewa yang berfungsi sebagai penjaga atau penguasa Sembilan arah mata angin/penjuru alam. Aksara sa-ba-ta-a-i-na-ma si-wa-ya yang termasuk ke dalam dasa aksara juga merupakan aksara suci dari Dewata Nawa Sanga. Berikut adalah dewa-dewa yang termasuk Dewata Nawa Sanga beserta aksara suci dan saktinya, yaitu:
No.
Nama Dewa
Aksara Suci
Sakti
1.
Dewa Iswara
Sa
Dewi Uma
2.
Dewa Maheswara
Na
Dewi Laksmi
3.
Dewa Brahma
Ba
Dewi Saraswati
4.
Dewa Rudra
Ma
Dewi Samodhi/Santani
5.
Dewa Mahadewa
Ta
Dewi Sanci
6.
Dewa Sangkara
Si
Dewi Rodri/Warahi
7.
Dewa Wisnu
A
Dewi Sri
8.
Dewa Sambhu
Wa
Dewi Mahadewi
9.
Dewa Siwa
I/Ya
Dewi Durga/Parwati




III.       PENUTUP
3.1       Simpulan
Dasa Aksara ini terdiri atas 10 aksara suci atau wijaksara, yaitu : Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, dan Yang. Kesepuluh dari aksara ini berasal dari delapan buah aksara wianjana (sa, ba, ta, na, ma, si, wa dan ya) dan dua buah aksara suara (a dan i). Masing-masing dari aksara ini mempunyai linggih, genah, sthana (tempat, kedudukan) baik di dalam badan manusia (bhuana alit, mikrokosmos), maupun di alam raya (bhuana agung, makrokosmos).
Dasa Aksara ini terbagi atas dua buah kelompok yang disebut Panca Brahma (agni, api) dan Panca Tirta (apah, air). Panca Brahma terdiri atas aksara Sang, Bang, Tang, Ang dan Ing, atau Sa-ba-ta-a-i. Sedangkan Panca Tirta terdiri atas Nang, Mang, Sing, Wang dan Yang, atau Na-ma Si-wa-ya. Panca Brahma malinggih di dalam tubuh manusia (Sang Ibu) juga malinggih di dalam unsur Kanda Pat dari manic, rare (bhruna, janin), sehingga unsur ini memiliki juga kekuatan seperti para Dewa. Panca Tirta malinggih, bersthana, berkedudukan, bermukim, atau terletak pula di dalam tubuh manusia (bhuana alit) dan jagat raya (bhuana agung) serta ada pula kaitannya dengan para dewa atau batara. Panca Brahma membentuk tanda tambah atau silang tampak dara, atau swastika tegak lurus timur-barat dan selatan-utara, berada di dikpala. Sedangkan Panca Tirta membentuk tanda tambah dengan arah menyilang, yakni tanggara-barat laut dan barat daya-timur laut, berada di widikpala.
3.2       Saran
Umat Hindu di Bali pada umumnya dan umat Hindu di seluruh dunia, agar bisa memahami tentang Dasa Aksara, karena Dasa Aksara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi Bhuana Alit dan Bhuana Agung.

DAFTAR PUSTAKA

Nala, Ngurah.2006. Aksara Bali Dalam Usada. Surabaya: Paramita

Tim Penyusun. 2012. Bahan Ajar Agama Hindu SMP Kelas VIII     Semester I. Singaraja: UD Laksamana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar